Kamis, 10 November 2011

Ku sangat merindukannya…sungguh..maafkan aku telah lama tidak pernah berkunjung…ibu…aku rindu. Detik-demi detik terasa berat, namun waktu terasa cepat berlalu. Baru kemarinku merasakan kebersamaan. Baru kemarin ku bisa melihat canda tawa dari raut mukanya. Tak ada yang salah darinya. Ia begitu lugu dan polosnya, tersenyum kepdaku, meski kadang ku merasa tak pantas lagi di manja seperti saudaraku yang lain. Aku sudah dewasa”pikirku”. Namun semuanya omong kosong… malah diriku yang merasa kurang akan kasih sayangnya. Jejak ku di tanah metropolitan telah lama ku telususri, selama 4 tahun lamanya ku tak pernah menampakkan diri ke kampong halaman, meski itu hari libur ataupun hari tak ada kegiatan. Aku di sibukkan dengan organisasi. Seakan-akan setiap harinya diriku selalu dalam suasana kekeluargaan meski diriku tak pernah pulang ke kampong halaman. Hal biasa selalu berkumpul bersama teman-teman. Setiap harinya tanpa ada kesedihan sedikit pun. Diriku merasa nyaman, di lingkungan organisasi yang ku geluti. Tiap selesai kuliah, aku tak langsung pulang ke kost. Pasti ku singgah ke seckret melihat-lihat situasi dan menyapa setiap teman-teman yang datang. Tak ada bedanya dengan pagar ayu di acara pengantin. Tapi bagi ku dan teman-teman, hal itu sah-sah saja. Ibu…maafkan aku, aku meninggalkanmu saat kau sedang mengunjungiku. K tinggal kau di dalam kamarku selama berjam-jam. Hanya karena mengejar deadline untuk rapat yang di lakukan di organisi tempatku berkiprah. Selama engkau datang pada hari jumat sore, aku mendapatimu di dekat jalan raya. Dengan bekal handphone ku hubungi engkau dan mengantarkanmu ke kamar kost ku. Beberapa jam kemudian aku keluar ke secret organisasiku. Meninggalkannmu dengan menyimpan laptop supaya engkau tak kesunyian. Hingga nantinya ku kembali beberapa jam selanjutnya. Kenapa saat sibuk-sibuknya diriku di organisasi harus ku tinggalkan di kesendirian mu. Ku pergi ke rumah temanku print tanpa berpikir engkau sedang ku tinggal di kamarku. Di mana saat sendiri sangat terasa.. Besoknya begitu, hingga sore pun berlanjut. Aku tak pernah pikirkan kesendirian mu dalam kamarku. Baru setelah engkau pergi ke jayapura, barulah terasa kesendirianku… tuhan ……hanya Karena posisiku di organisasi hingga harus ku tinggalkan dirinya seorang diri dalam kamar. Apakah setega itukah diriku. Karena organisasi ku lupa diriku bahwa ibuku di sini. Saat adekku ke sini, aku tak pernah sadar bahwa ia belum makan..Tuhan,,,maafkan aku, aku khilaf…dalampikiranku hnaya ada organisasi ku.. jika hari ini adalah hari pahlawan...namun bagiku adalah hari pahlawan untuk ibu

Selasa, 13 September 2011

Suatu waktu seseorang teman menceritakan kisahnya kepada kami teman kuliahnya. Dengan jujurnya ia mengungkapkan kisahnya sebagai seorang kakak yang harus menjadi “orang tua” bagi adik-adiknya sejak ayahnya meninggal dunia. Ia harus bekerja paruh waktu dan kuliah setengah hari. Ia menjadi tulang punggung keluarga. Ia harus menafkahi seluruh keluarganya. . Demi kelanjutan biaya pendidikan dan menghidupi nyawa keluarganya, ia pun rela banting tulang peras keringat bekerja sebagai pembuat tempe dan sore hari atau siang hari ia harus jalan kaki ke kampus.Bagiku ia sangat hebat melewati segala perjalanan tanpa keluh dan kesah kehidupan. Kata yang mungkin tersirat dari wajahnya hanyalah kepuasan. Ternyata makna yang bisa terlukis dari kisahnya adalah keajaiban kasih sayang. Kasih sayang yang menjadi kendaraannya menjalani roda kehidupan yang serba keras, rumit, dan penuh tantangan. Kekuatan kasih sayangnya pada kelangsungan hidup keluarga mengalahkan ego pribadinya. Kasih sayang pada keluarga telah mengalahkan keangkuhannya. Kasih sayang telah membuat dirinya berpikir dan bertindak bijaksana. Baginya mengorbankan diri sendiri lebih berharga di bandingkan harus melantarkan masa depan adiknya. Seandainya ia lebih memilih kuliah dan membebankan biaya pada ibunya, mungkin ia tak perlu bekerja dan tetap kuliah. Adiknyalah yang harus meninggalkan sekolahnya. Namun akhirnya akan berdampak kembali kepadanya sebagai tulangpunggung keluarga. Inilah gambaran kecil memaknai arti kasih sayang yang secara komprehensif. Kita harus menyadari bahwa suasana hati melepasksn balutan kasih sayang persoalan yang sesungguhnya kecil bisa berubah menjadi hal yang merisaukan. Kasih sayang yang dilakukan teman tadi adalah refleksi sikap mengalah yang lebih besar. Kasih sayang adalah solusi atau pilihan yang bijak dalam menghadapi setiap masalah. Nilai kasih sayang mampu menjadi modal seseorang meniti jalan kehidupan tanpa terjebak pada persoalan-persoalan yang menjauhkan diri kita dari lingkungan pergaulan masyarakat. Jika kita mau mencermati dan menelisik makna kasih sayang, kita akan menerima kunci kehidupan. Sebuah kunci yang akan mengantar kita dalam setiap aktivitas yang kita lakukan. Kasih sayang itu mampu menciptakan/ menularkan sindrom kebahagiaan agar orang lain juga merasakan apa yang kita rasakan. Dengan demikian kasih sayang itu dapat di terjemahkan sebagai upaya untuk berbagai rasa. Di samping itu, ia adalah pondasi yang menuntut kita memahami aturan main yang di sadari atau tidak di sadari mengikat semua yang ada dalam suatu komunitas. Artinya, kasih sayang menjadi meraih kedamaian secara kolektif di setiap hubungan antarindividu dalam suatu masyarakat. Dengan demikian, kesadaran akan pentingnya kasih sayang mampu membawa kita kepada kehidupan yang lebih damai, aman, dan bahagia. Kehidupan ini menjadi kacau tanpa sentuhan kasih sayang. Potret alam yang menebar pesona keindahan menjadi tidak bersahabat saat kita tidak lagi memberikan kasih sayang kepadanya. Keserakahan dan kesewenangan manusia dalam mengelolah alam menjadi petaka yang begitu dasyat jika kita hanya mementingkan diri sendiri. Kekuatan kasih atau cinta akan menaklukkan watak manusia yang keras. Sekeras singa sekalipun. Kekuatan kasih mampu meluluhkan keserakahan yang hadir dalam benak seseorang. Kekuatan jiwa mampu memberikan kesegaran jiwa karena kejernihannya memberikan pengaruh energi kebahgiaan yang tak pernah lekah oleh keadaan. Ibarat mata air yang tak pernah habis walaupun terus diambil dan di pergunakan untuk keperluan hidup sehari-hari. Demikian halnya dengan kasih sayang yang semestinya tak pernah pudar dalam kehidupan kita. Kasih sayang adalah semangat hidup yang harusnya kita bawa kemana pun berada. Kasih sayang itu tidak pernah luntur di tengah derasnya arus kehidupan yang kita jalani. Kasih sayang bersifat abadi. Kasih sayang seperti apa kehidupan yang tidak boleh padam. Ia mampu menerangi kehidupan hati orang yang telah di selimuti egoisme pribadi yang berlebihan. Kasih sayang tidak pernah menyerah untuk terus bersuara lantang menuntut dan mencerahkan orang-orang yang telah kehilangan kendali (kasih sayang). Karena itu kasih sayang harus juga di maknai sebagai usaha atau semangat yang membara. Kasih sayang bisa di wujudkan di setiap insan, tergantung ia menilainya. Kasih sayang seorang ibu adalah kasih sayang panjang bagi seorang anak, kecuali ia durhaka. Kemungkinan ia tak mengerti arti kasih sayang. Dalam perlombaan fisik pun di tunjjukkan nya kasih sayang terhadap saingan. Atau pertandingan silat atau karate yang jelas-jelas menggunakan fisik dan saling melukai satu sama lain. Namun di balik semua itu, mereka harus memegang prinsip menaklukkan lawan tanpa akan ada dendam setelahnya. Masih teringat tulisan dari lomba pertandingan ko ju kai Perkemi persaudaraan kempo indonesia yang di adakan di Unhas yang mengatakan bahwa kasih sayang tanpa kekuatan adalah kelemahan. Kekuatan tanpa kasih sayang adalah kezaliman. Seperti itulah kasih sayang. Berbagai ragam berbagai macam perwujudannya.Tergantung dari kita mewujudkannya kepada orang yang kita sayangi. Orang tua, teman-teman, dan sahabat kita, tak terkecuali orang yang di sayangi lewat jalinan kasih. Itulah makna kasih sayang tak pernah terlukiskan. Kasih sayang itu muncul dari lubuk hati setiap insan, dari setiap jiwa manusia yang terlahir dan tercipta karena sebuah kasih sayang. Makna kasih sayang itu telah ada sejak manusia terlahir, kasih sayang Tuhan kepada makhluknya adalah bukti nyata. Perdamaian akan tercipta, ketentraman, kedamaian akan terlaksana jika orang atau makhluk menghargai realitas keajaiban sebuah KASIH SAYANG.

Kamis, 02 Juni 2011

JEPANG...NEGARA TUJUAN UNTUKKU...

Jepang di Mata Orang Indonesia
Negara Nippong. Negara yang bangkit setelah di luluh lantakkan oleh Bom yang di lancarkan Amerika pada dua kepulauan besar negeri sakura. Pulau hirozima dan Nagasaki, saksi sejarah lahirnya peradaban Baru. Lagu khas yang tercipta dari alunan musik kecapi menjadikan ciri khas nada yang tercipta.
Jepang memukau dunia. Pasti. Perang dunia kedua usai menjadikan Produktivitas perusahaan Jepang meningkat, bahkan mengalahkan Amerika sebagai Negara yang memiliki Produktivitas perusahaan tertinggi.
Bagi indonesia sendiri, Jepang adalah negara yang pernah menoreh luka bagi bangsa indonesia. Akan tetapi hal tersebut menjadikan bangsa indonesia melek akan perubahan. Hal ini dapat di lihat dari bangunan peninggalan jepang yang masih awet. Masa penjajahan Jepang mereka meninggalkan berbagai Aset yang kemudian di lestarikan oleh masyarakat pribumi. Jika di bandingkan ke kaguman bangsa indonesia terhadap jepang, ternyata dunia internasional sangat kagum akan kemampuannya. Terbukti dengan adanya berbagai penelitian yang di lakukan oleh beberapa manajer Amerika dengan bekerja tanpa di gaji asalkan mereka mengetahui rahasia manajemen Jepang.
Keunikan jepang sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan bangsa Jepang serta nilai-nilai tradisional yang terkait di dalamnya. Mereka dapat mensinergikan budaya modern yang masuk dan Nilai Tradisional yang masih kental dan melekat pada masyarakat jepang. Meski sebelumnya jepang sangat menolak Pengaruh dari luar setelah pengeboman atas Hirosima Dan Nagasaki yang sekaligus mengakhiri Perang Dunia II, negara Matahari Terbit ini berada di kawasan Amerika Serikat yang berlangsung 1945 hingga 1952. Berlatar belakang Tegen Prestatie adalah awal politik luar negeri Jepang cenderung seirama dengan kebijakan luar negeri Amerika Serikat.
Di antara negara kecil di Asia tenggara, Jepang memiliki Reward di mata Dunia. Jepang termasuk negara di Asia yang mampu bangkit dari kehancurannya dan menjadikan masa silamnya untuk membangun dengan semangat kerja keras yang mampu menempatkan dirinya sebagai negara paling maju di Asia. Jepang mampu menjadi negara yang memiliki kehidupan ekonomi yang relatif kondusif di dunia. Dengan kondisi ekonomi dan politik yang demikian Jepang mampu mengucurkan jutaan Yen bagi berbagai proyek di Indonesia.
Selain dari itu, ke istimewaan dari Jepang yaitu kemajuan dan Perkembangan Negaranya dapat berkembang justru karena mereka tidak memupuskan nilai-nilai tradisional yang telah menjadi budaya bangsa. Di dalam berbagai upacara kenegaraan, nilai –nilai tradisional masih tetap di pertahankan . kantor-kantor perwakilan Jepang di luar negeri pun pada hari-hari tertentu selalu merayakn hari bersejarah yang sudah di rayakan secara tradisional oleh rakyatnya. Perayaan hari-hari tertentu pada setiap Bulannya menjadi sesuatu yang akan di temui d Jepang. Salah satu budaya yang terkenal dari Jepang dan di lestarikan yaitu bangunan-bangunan peninggalan zaman kekaisaran Jepang, kimono, geisha, samurai,sampai penggunaan produk dalam negeri.
Titik balik ditangan Tokugawa.

Jepang masa lalu adalah Jepang yang senantiasa diwarnai dengan perpecahan, perselisihan, dan peperangan antara suku-suku dan daerah-daerah serta perampokan. Kerusuhan melanda seluruh negeri sehingga rakyat merasakan tidak ada keamanan sama sekali. Tetapi setelah Ieyashu Tokugawa mengambil alih kekuasaan pada tahun 1603, Jepang mengalami titik balik yang penting dalam sejarahnya. Tokugawa seakan menciptakan semacam cetakan induk yang didalamnya semua segi kehidupan bangsa jepang diatur, termasuk social dalam masa 265 tahun selanjutnya.

Setelah Tokugawa berkuasa kemudian berhasil menyatukan bangsa Jepang dengan membangun masyarakat secara terstruktur dan berkasta-kasta. Di luar kaum bangsawan, maka masyarakat Jepang terkelompok ke dalam empat kasta, yaitu militer, petani, cendikiawan, dan pedagang. Yang menjadi dasar pengelompokan ini adalah seberapa banyak kontribusi atau sumbangan produktivitas mereka kepada masyarakat. Kaum militer dianggap kasta yang paling tinggi karena sumbangan produktivitasnya kepada masyarakat d innilai yang tertinggi. Hal ini bisa dimaklumi karena situasi keamanan dan ketertiban masyaakat saat itu dinilai “sangat mahal” harganya, dan militerlah yang dinilai mampu mengupayakannya.

Kelompok militer diatas dikenal juga dengan sebutan “Samurai”. Selanjutnya kelompok dibawahnya adalah kelompok petani biasa. Kelompok ini dianggap besar pula sumbangan produktivitasnya terhadap masyarakat dan negara. Sedangkan kelompok yang d inilai paling rendah kasanya adalah kelompok pedagang. Mereka dinilai tidak mempunyai sumbangan produktivitas apa-apa terhadap masyarakat. Akan tetapi, pada perkembangan berikutnya ternyata kelas pedagang ini semakin unggul, bahkan kelas samurai dan petani kemudian tergantung kepadanya. Maka kelas pedagang mulai punya pengaruh penting kepada kekuasaan feudal.

Nilai-nilai Masyarakat “Warisan” Tokugawa.
Dibawah kepemimpinan Tokugawa, bangsa Jepang dapat hidup dalam keadaan relatif stabil, meskipun cara hidup mereka terpola-pola dan terkasta. Ada beberapa hal yang menjadi penyebabnya, sebagaimana dikemukakan oleh Mirrian Syofian Arif (1986), yakni:

Pertama, pemerintahan militer (shogun) Tokugawa menggunakan ajaran konfusianis sebagai falsafah hidup bangsanya. Konfusianis mengajarkan bahwa masyarakat yang besar adalah masyarakat yang mempunyai empat ciri dalam hidupnya, yaitu: kebajikan, sopan santun, bijaksana dan percaya mempercayai sesamanya, ajaran konfusianisme ini bukan ditanamkan sebagai ajaran agama, tetapi berorientasi pada kehidupan dunia. Dengan demikian, terciptalah pola kehidupan yang disarankan kepada lima kunci semboyan hidup, yaitu:
1. hormat antara bapak dan anak.
2. penghargaan dan loyalitas antara atasan dan bawahan
3. harmonis anara suami dan istri
4. keteladanan antara kakak dan adik
5. percaya mempercayai sesama teman

Empat semboyan terdahulu erat kaitannya dengan system masyarakat yang berkasta-kasta, sedangkan yang terakhir tatanan seluruh kehidupan masyarakat.

Dalam ajaran busindo siapapun yang menduduki jabatan diharapkan dapat memberi kebajikan atau karunia kepada bawahan. Bagi bawahan kebajikan itu dirasakan sebagai berhutang budi kepada atasannya yang tidak dapat dibalas dengan apapun juga selain kesetiaan. Bawahan yang gagal memberikan kepuasan dan kesetiaan kepada atasannya dianggap oleh masyarakat sebagai orang yang tidak tau kebajikan. Orang yang bersangkutan akan merasa malu dan perasaan ini sangat berat menghimpit jiwanya. Konsep kebajikan dan kesetiaan ini merupakan pola hidup masyarakat Jepang.

Ketiga, nilai lain yang dianut bangsa jepang adalah nilai kehidupan yang berorientasi kepada kelompok atau kolektif, setiap bidang kehidupan yaitu bidang politik, ekonomi dan sosial masyarakat Jepang, erat kaitannya dengan kelompok sehingga hampir tidak ada kebebasan bagi individu. Norma dan nilai kelompok dijadikan sebagai dasar bertindak setiap anggota kelompok, misalnya dalam bidang ekonomi terlihat adanya kerja sama kolektif atau famili sehingga kemakmuran seseorang erat kaitannya dengan kemakmuran kelompok atau familinya.

Perlu diketahui bahwa bangsa jepang adalah bangsa homogen, mempunyai kesamaan bahasa, agama, sejarah, dan kebudayaan. Salah satu sifat yang bisa dibanggakan pada bangsa jepang adalah kesanggupan mereka untuk bekerja sama secara kolektif dalam suasana yang harmonis. Agaknya aspek inilah yang sukar dipahami oleh bangsa barat yang bersifat individualistis terutama nilai-nilai kelompok dan rasa tanggung jawab kelompok.

Disamping itu ditemukan pula suatu pandangan bahwa dalam jiwa bangsa jepang tertanam suatu kepercayaan bahwa dirinya tidak lebih penting dari orang lain. Oleh sebab itu, proses pekerjaan dari awal sampai akhir adalah hasil kerja bersama-sama antara dia dengan orang-orang lain. Akibatnya peserta organisasi perusahaan atau negara jepang tidak akan dapat menunjukkan kalau ditanya siapa yang paling berkuasa dalam organisasinya, karena mereka tidak ada yang menganggap dirinya lebih penting. Mereka akan malu sekali kalau ada orang lain yang menganggap dirinya lebih penting dari orang lain.

Dalam organisasi jepang tidak dikenal pola hubungan berdasarkan pemenuhan kerja antara majikan dan buruh. Tetapi dengan menyediakan mekanismenya maka pola hubungan yang terjadi antara majikan, manajer dan buruh dapat berbentuk sosial dan emosional. Adapun cara yang di tempuh itu misalnya berupa acara makan siang atau makan malam bersama-sama yang dihadiri oleh semua peserta organisasi. Maka tidaklah mengherankan kalau ide, gagasan atau pemecahan masalah organisasi muncul pada waktu-waktu jam istirahat ketika semua peserta organisasi bertemu; jadi, tidak hanya diforum resmi pada jam kerja saja. Justru pada suasana santai seperti itu semua orang merasa bebas bertemu dengan siapa pun yang disukainya, dan bebas untuk bercurhat, mencurahkan segenap isi hati.

Itulah antara lain nilai-nilai yang diwariskan era Tokugawa yang masih memberi warna pada kehidupan masyarakat Jepang era modern. Kalau nilai-nilai tersebut demikian mengakar dan mbalungsumsum ke dalam kehidupan masyarakat Jepang, tampaknya ini adalah juga karena kebajikan Shogunat Tokugawa yang bersikap isolatif terhadap pengaruh-pengaruh asing. Dan Shogunat Tokugawa mengambil lsuatu tindakan drastis dengan menutup jepang terhadap dunia luar itu pada tahun 1639. selama masa isolatif yang berlangsung samapi abad ke-18 itu, Jepang tidak menerima kunjungan pendatang-pendatang asing manapun.

Selama zaman yang “lengang” tersebut, bangsa jepang berapa dalam perkembangan yang mengarah kepada sikap kebanggaan diri yang sempit. Mereka tak ubahnya dengan katak dalam tempurung. Isolasi terhadap dunia luar benar-benar membawa kemunduran yang tak pernah diperkirakan oleh para penguasa negeri ‘matahari terbit’ –begitu bangsa Jepang menjuluki negerinya ini.

Untungnya, selama masa isolasi ini ada wilayah tertentu yang bisa dimasuki orang asing, yakni di pulau Dejima, Nnagasaki, meski dengan ruang gerak yang dibaasi. Selama dua setengah abad, koloni di pulau Dejima merupakan satu-satunya titik kontak Jepang dengan perdaban dari Eropa. Maka melalui pintu inilah para sarjana dapat menimba ilmu pengetahuan dan sekaligus berkenalan dengan teknologi yang lebih maju.

Restorasi Meiji

Lama kelamaan rakyat jepang merasa era Tokugawa sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman, mereka membutuhkan suatu kekuatan pembaharuan yang siap dengan kekuasaan di tangan untuk merombang keadaan statis menjadi dinamis. Sampai pada suatu saat, maka runtuhlan Shogunat Tokugawa pada tahun 1867. kekuasaan penuh kembali lagi ketangan k aisar, setelah dua abad lebih berada ditangan Shogunat. Kaisar Meiji (1868-1912) segera melakukan berbagai perombakan dan perbaikan struktur kenegaraan dan sosial. Gerakan Meiji ini dikenal dengan istilah Restorasi Meiji.

Jepang dibawah kekuasaan kaisar Meiji, mengalami perkembangan yang luar biasa hebat. Dari negeri yang terisolasi, langsung dapat memasuki pembentukan negar modern. Dengan industri yang modern pula. Tetapi tentu saja hal itu tak akan terjadi apabila tidak ada pra kondisi yang telah disiapkan berabad-abad sebelumnya. Dengan demikian, gerakan pembaharuan yang dilakukan kaisar Meiji itu laksana bendungan yang jebol yang dibaliknya telah terkumpul kekuatan selama berabad-abad.

Pembaharuan dibidang ekonomi juga dilakukan secara besar-besara, seperti halnya dibidang sosial dan politik. Mereka menyadari bahwa penerapan teknologi maju dari Barat harus diimbangi dengan kemajuan sosial dan politik. Akibatnya, walaupun kemajuan telah melanda jepang tetapi bangsa Jepang masih tetap dalam kepribadiannya. Oleh karena itu, spirit yang selalu mereka tanamkan ialah Wahon Yasai, artinya Jepang dan teknologi Barat.

Dalam kancah militer, Jepang juga mengalami keunggulan. Setidaknya dalam perang Cina-Jepang pada tahun 1894-1895, dan sepuluh tahun kemudian melawan Rusia; kedua-duanya dimenangkan oleh pihak Jepang. Dalam kedua peperangan tersebut Jepang berhasil mendapatkan kembali pulau Sakhilin Selatan yang bebarapa tahun sebelumnya diserahkan kepada Rusia sebagai penukar kepulauan Kuril. Jepang juga memperoleh hak kekuasaan di Formosa (Taiwan), Korea, dan hak-hak khusus di Mancuria.

Akibat aliansi dengan Inggris sejak tahun 1902, Jepang jadi ikut terseret ke dalam perang Dunia I. Bersama para sekutu Beratnya, Jepang pun keluar sebagai pihak yang menang.

Prestasi demi prestasi, kemajuan demi kemajuan yang diraih ternyata tak selamanya membawa berkah, tetapi ternyata bisa mengundang bencana. Inilah yang terjadi pada bangsa Jepang. Kebanggaan diri secara nasional yang berlebih-lebihan, tanpa disadari ternyata menimbulkan bahaya baru yang dapat mengancam bangsa Jepang sendiri. Kemajuan pada segala bidang, termasuk industri dan industri persenjataan perang, menyeret jepang ke dalam ancaman perang baru yang tak bisa dielakkan, terana dunia II.

Dalam Perang Dunia II itu Jepang mengalami kekalahan yang menyakitkan setelah dua buah bom atom dijatuhkan oleh Amerika Serikat di Hiroshima dan Nagasaki. Pihak sekutu (Amerika cs) yang menang perang memaksa Jepang tidak mampu lagi memiliki kekuatan militer seperti masa-masa sebelumnya. Dan rakyat Jepang pun jadi benar-benar menderita akibat nafsu haus perang dan bangga diri dari kaum militer mereka.

Keadaan Pasca Perang

Bangsa jepang Sock. Soalnya rakyat yang telah diindoktrinasi selama hampir setengah abad dengan ideology nasional sebagai bangsa yang besar dan kuat. Tiba-tiba kalah dalam perang Dunia II. Akibaatnya timbul kecenderungan untuk menolak ideology dan nilai-nilai tradisional pada masa yang lalu. Penolakan nilai-nilai lama ini menyebabkan rakyat Jepang lebih bersikap moderat. Lalu timbullah kepercayaan pada masyarakat Jepang bahwa perlu ada perbaikan-perbaikan dalam bidang sosial yang dapat mendukung dan mengimbangi fenomena pertumbuhan ekonomi. Perubahan itu antara lain perubahan dalam institusi dan system pemerintahan yaitu dari bentuk otoriter menjadi demokrasi.

Perubahan sosial yang mencolok adalah perubahan tentang struktur kerja dan pola pembagian pendapatan sebagai akibat kemajuan ekonomi. Rakyat yang dulunya hanya hidup di desa dengan bertani, sekarang mulai meninggalkan profesinya dan menyerbu kota-kota besar untuk bekerja di industri. Mereka dibayar dengan jumlah gaji yang selalu ditingkatkan sehingga mengakibatkan perubahan pada pola konsumsi masyarakat yang semakin modern.

Dari pengalaman pahit kalah dalam Perang Dunia II itulah, kemudian Jepang giat membangun ekonominya di segala bidang. Akibatnya pada tahun 1955-1963 terjadi suatu lonjakan ekkonomi yang cukup tajam, meningkat tiga kali lipat. Peningkatan tersebut erat kaitannya dengna kebijakan pemerintah Jepang yang mendukung pertumbuhan ekonomi dengan memelihara kestabilan nasional, pembaharuan unsur politik dan demokrasi, pengurangan biaya militer, pengerahan keterampilan dalam bidang industri dan penerapan teknnologi maju serta manajemen moderen.

Manajemen Jepang

Apabila dilihat dari sudut manajemen, maka sebenarnya prinsip-prinsip manajemen yang dipakai di Jepang itu sama saja dengan yang berlaku pada manajemen organissasi negara manapun. Meskipun demikian, belum tentu hasil yang dicapai juga sama. Sebab factor lingkungan yang berbeda-beda dapat menimbulkan hasil yang berbeda pula. Para ahli berpendapat bahwa tingkah laku manajemen yang berbeda antara Jepang dan Amerika misalnya, terutama kebudayaannya telah menyebabkan perbedaan hasil yang dicapai oleh masing-masing negara tersebut.

Masyarakat Jepang yang lebih bercora peternalistik, akan berbeda dengan masyarakat Amerika (Barat) yang cenderung individualistic. Itulah sebabnya mengapa manajemen Jepang sangat memperhatikan hubungan inter-antar kelompok ataupun dengan masyarakatnya. Sekedar contoh, Genta Ogami, seorang pengusaha yang antara lain bergerak di bidang pembiayaan iklan, dalam “tema” kerja di perusahaannya, mengajukan “ 10 Dasar Kerohania yang Menyelamatkan” yang sarat dengan muatan nilai-nilai sosial.
Ke-10 Dasaar Kerohanian yang dimaksudkan adalah:

Pasal 1:
Merealisasikan kebahagiaan material dan spiritual bagi seluruh karyawan dan seluruh manusia, serta memimpin usaha perdamaian di seluruh dunia.
Pasal 2:
Berdasarkan G. Sistem (system yang dijalankan perusahaannya,Pen), dengan setulus hati dan jiwa, menjadikan kelompok terbaik di duni untuk membangun kebahagiaan bersama seluruh dunia.
Pasal 3:
Saling menghormati kenyataan ‘jiwa’ yang hidup sebagai sesama manusia dari dasar lubuk hati dan hidup saling mengasihi dengan benar.
Pasal 4:
Jalanilah seluruh kehidupan dengan optimisme dan suka cita, harapan cemerlang dan keberanian menggebu, sera kata-kata yang dipenuhi perdamaian.
Pasal 5:
Menyimpan keinginan-keinginan tak terbatas dalam hati, menghilangkan pikiran yang berlebihan, pikiran yang membingungkan, dan hidup dengan pikiran positif terhadap segala sesuatu.
Pasal 6:
Membicarakan ketidak adilan dan ketidak puasan. Jika Anda punya waktu untuk itu, amati dan kritiklah diri sendiri dengan tegas, dan bersahabatlah untuk memperbaiki diri sendiri.
Pasal 7:
“Bekerja sebagai motivasi hidup”, dengan penuh syukur mengubah seluruh kehidupan menjadi kehidupan sejati yang penuh arti.
Pasal 8:
Perkokoh kekuatan, keberanian, keyakinan dan kerukunan di dalam hati kita untuk mencapai segala sesuatu.
Pasal 9:
Kita bergantung pada orang lain dan orang lain bergantung pada kita, segala sesuatu yang kita selesaikan, selesaikanlah lebih dari sekedar untuk mereih keuntungan.
Pasal 10:
Dengan ‘rasa kebersamaan’ membangun perdamaian sejati dalam kehidupan sehari-hari, keluarga, dan diri pribadi.
Dari butir-butir pasal di atas, dapat dilihat adanya kemampuan yang kuat dan luhur untuk bersama-sama mewujudkan apa yang dicita-citakan, di antaranya dalam upaya menggapai kebahagiaan dan kesejahteraan hidup.

Nilai kebersamaan adalah hal yang penting dalam manajemen Jepang.
Maka dalam suatu organisasi di Jepang pada umumnya berlaku kode etik bahwa produktivitas dapat dicapai kalau ada saling percaya mempercayai antara buruh dn majikan. Jadi, kalau ada partisipasi dan saling percaya antara buruh dan majikan, serta pimpinan bijaksana, maka timbullah keintiman dalam organisasi ersebut sehingga produktivitas akan meningkat.

Hal yang sering terjadi, keintiman tersebut tidak hanya pasa masa selama bekerja saja, melainkan juga di luar jam kerja dan di mana-mana. Inilah manajemen partisipasi di Jepang, yaitu kerja sama antara buruh, majikan dan manajer untuk mencapai tujuan bersama, telah ikut menjadi penggerak yang signifikan bagi kemajuan ekonomi Jepang.

Dalam manajemen partisipasi, pihak manajer percaya bahwa keterlibatan semua pihak dalam organisasi dapat meningkatkan produktivitas. Oleh sebab itu, penekanan produktivitas tidak terletak pada yang mempunyai perusahaan, melainkan pada orang-orang yang melibatkan diri dalam perngolahan organisasi. Kode etik ini telah melahirkan cirri-ciri yang khars pada manajemen Jepang misalnya dalam hal:

1. Sistem Kerja Seumur Hidup
Umumnya system ini diterapkan oleh perusahaan besar dan birokrasi pemerintah. Begitu seorang masuk ke dalam organisasi atau perusahaan tersebut, maka ia akan bekerja di situ sampai mencapai umur 55 tahun ( usia pensiun). Ini bisa terjadi karena etika yang berlaku adalah bahwa suatu perusahaan tidak mau melakukan pembajakan pegawai dari perusahaan lain dalam arti tidak mau menerima mereka yang ingin pindah dari suatu kelompok besar.
Sedangkan pemberhentian pegawi yang belum mencapai usia 55 tahun atau usia pensiun, biasanya bersangkutan dengan masalah kriminal. Keadaan demikian terntu akan membuat orang berpikir berkali-kali kalau mau keluar dari pekerjaan untuk mencari pekerjaan lain, sebab citra dirinya akan dipertanyakan.
Kemudian tentang pembinaan karier, semua pegawai mendapat kesempatan yang sama untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi untuk menggantikan atasan yang pensiun. Para pensiunan diberi pesangon sebanyak lima atau enam tahun gaji sebagai hadiah pensiun. Tetapi mereka tidak diberi uang pensiun atau jaminan sosial lainnya. Meski demikian, perusahaan tidak akan membiarkan mereka yang telah pensiun begitu saja, apalagi mengingat bahwa pada umur 55 tahun itu orang masih mampu berproduksi. Mereka masih dipikirkan nasibnya, misalnya disalurkan keperusahaan “satelit”, yakni perusahaan yang bukan merupakan anggota perusahaan besar tersebut tetapi erat kaitannya dengan perusahaan besar itu karena tugasnya menyalurkan atau melayani kepentingan perusahaan besarnya.

2. Evaluasi dan Promosi
tidak seperti di Indonesia, karyawan di sana akan dievaluasi sekali dalam sepuluh tahun. Selama masa itu tidak akan ada promosi bagi dirinya. Promosi yang lambat ini akan menghambat permainan yang tidak wajar dari perkerja karena seluruh karyawan tahu dan menyadari kapan masanya dia dinilai dan dipromosikan. Akibat yang lain ialah tidak akan timbul usaha karyawan untuk menojolkan dirinya sendiri secara individual untuk menarik perhatian pemimpin. Evaluasi dan promosi yang lama ini memberi kesempatan kepada para manajer muda untuk mengembangkan sikap terbuka dalam bekerja sama, mengokohkan penampilan dan menilai dirinya sendiri. Apalagi ditunjang dengan kondisi kantor yang mendorong orang saling berhubungan secara dekat atau intim satu sama lain. Kebanyakan kantor disusun dalam bentuk yang memungkinkan orang saling kontak, misalnya manajer, staf, dan sekretaris serta pegawai-pegawai lainnya duduk bersama dalam satu meja yang disusun panjang.

Salah satu hal lagi yang mendukung manajemen Jepang ialah pandangan hidup masyarakat yang tidak menyenangi orang yang bersikap santai. Salah satu dari nilai Jepang adalah kerja keras. Nilai ini tercermin dari sikap masyarakat, misalnya kalau ada seorang pekerja yang pulang ke rumah sebelum waktunya maka masyarakat di sekitar rumah akan ribut bertanya tentang apa yang terjadi dengan pekerjaannya. Yang bersangkutan cenderung dianggap telah melakukan suatu kesalahan sehingga pimpinan menghukumnya. Maka dalam pandangan masyarakat, martabat keluarga orang itupun menjadi jatuh.

Sebaliknya masyarakat memandang seseorang sebagai orang penting k alau orang itu setiap hari kerja samapai larut malam sehingga marabat keluarganya meningkat. Kebiasaan di Jepang, tutup kantor pada pukul 17.00, sedangkan para manajer meninggalkan kantor pukul 18.00. Sehabis kerja, umumnya orang tidak langsung pulang ke rumah, tetapi menyempatkan barang satu jam untuk shotpping, bermain di pachino, atau keperpustakaan untuk membaca.

Masyarakat Jepang adalah “pelahap” bacaan yang mengagumkan, setidaknya untuk ukuran orang Indonesia. Maka tak heran kalau surat kabar di sana oplahnya sampai jutaan. Menurut catatan tahun 1980-an saja, oplah beberapa surat kabar Jepang adalah sebagai berikut:

a. Yoiuri : 12.014.000 eksp
b. Asahi : 11.904.000 eksp
c. Mainichi : 6.939.000 eksp
d. Nihon Keizai : : 2.874.000 eksp
e. Sankei : 2.718.000 eksp
(Sumber: “Mengenal dari Dekat Jepang, Negara Matahari Terbit” karya Syahbuddin Mangandaralam, PT.Remaja Rosdakarya, Bandung, 1995).
Padahal Indonesia, dengan jumlah penduduk yang lebih besar, pada tahun 1995an, surat kabar yang oplahnya mencapai 750.000 saja mungkin sudah yang terbaik. Ini memang menjadi keprihatinan tersendiri, apalagi jika di ingat bahwa kebudayaan baca itu erat kaitanya dengan kemajuan suatu bangsa.

Maka dunia perbukuan dan karya cipta pun belum tampak tanda-tanda pergerakan yang “spektakuler”. Bandingkan, kalau di Jepang satu judul buku di cetak ratusan ribu eksemplar itu sudah hal yang biasa, tetapi di Indonesia laku 5.000 eksemplar pertahun saja sudah termasuk yang best seller.

Karenanya jangan heran, meskipun Jepang miskin sumber daya alamnya, tetapi sumber daya manusianya berkualitas, maka kemajuan pun cepat diraih. Dan ternyata, SDM yang berkualitas itu lebih unggul ketimbang sumber daya alam yang berlimpah tetapi SDM-nya tidak mutu. Jepang dan juga Singapura adalah bukti yang nyata.
3. Pemberian Bonus dan Flesibilitas Kerja
perusahaan-perusahaan besar di Jepang, mempunyai daya tarik yang unik mengenai pemberian bonus dan keluwesan kerja.
Pertama, tentang pemberian bonus, setiap perusahaan besar memberikannya pada karyawan sekali dalam enam bulan. Selain itu ada juga bonus tahunan yang jumlahnya antara 5-6 kali gaji. Besarnya bonus tersebut tergantung pada keadaan perusahaan, tidak tergantung pada kecakapan karyawan. Sehingga k alau perusahaan sedang untung besar, bonusnya juga besar. Tetapi sebaliknya kalau perusahaan tengah merugi bukan saja mereka tidak dapat bonus, tetapi gaji mereka dapat dipotong untuk nomboki perusahaan. System ini menjadikan orang-rang yang terlibat dalam perusahaan mereka ikut bertanggung jawab atas mau mundurnya perusahaan tempat mereka menggantungkan hidup.
Adanya system tersebut menjadikan resiko perusahaan berada pada pundak seluruh karyawan, bukan pada pemilik perusahaan itu saja. Dengan demikian, seluruh karyawan merasa harus mau bekerja keras memajukan perusahaannya karena mereka merasa memiliki perusahaan tersebut, atau hidup dan matinya perusahaan tergantung pada kemampuan semua peserta dalam mengembangkan perusahaan itu. Perasaan memiliki ini akan semakin dirsasakan bila mengingat bahwa mereka tidak akan pindah ke perusahaan yang lain kalau telah bekerja pada suatu perusahaan karena adanya system kerja seumur hidup.
Kedua, Jepang mengenal system karyawan sementara terutama bagi karyawan wanita. Seorang gadis diharapkan dapat bekerja selama 5 atau 6 tahun dalam perusahaan sebelum mereka kawin dan mengurus anak-anak mereka. Kalau anak-anak telah memasuki sekolah maka ia diperbolehkan kembali kerja di perusahaan semula. Di samping itu juga diterapkan system waktu atau jadwal kerja yang fleksibel, artinya wantita dapat memilih kapan mereka mau mulai kerja sesuai dengan jadwl kerja yang telah di atur.
Kombinasi antara system bonus dan cara kerja sementara (bagi wantita) serta perasaan senasib dan sepenanggungan mulai dari pemilik perusahaan samapai pekerja tingkat terendah telah mendorong Jepang memiliki perusahaan-perusahaan yang kuat bersaing di seantero dunia.
4. Jalan Karier yang Tidak Berdasarkan pada Spesialisasi
Jepang memiliki tradisi yang unik dalam system karier seseorang. Perkembangan karier seseorang tidak diperoleh melalui kecakapan atau keahlian dalam satu bidang tugas, tetapi ditempuh melalui jalan yang berliku-liku sampai dia mahir betul tentang seluk beluk perusahaan tempat dia bekerja. Maka seseorang yang bekerja di perusahaan Jepang akan diarahkan untuk sebanyak mungkin ahli dalam semua tugas yang dilakukan di perusahaan tersebut.
Sementara seorang menilai hal tersebut sebagai kelemahan system kerja di Jepang. Tetapi nyatanya, system kerja demikian membawa banyak keuntungan, diantaranya seseorang tidak akan terbuang dari pekerjaannya jika perusahaan tersebut tidak lagi mengelola suatu tugas tertentu. Karena kemampuan y ang telah dimilikinya, maka dapat ditempatkan di bagian lain.
Keuntungan yang lain, oleh karena setiap pejabat telah ahli dalam seluruh tugas perusahaan, maka hal ini akan memudahkan untuk melakukan koordinasi dan pengawasan, sebab semua pihak yang terlibah dapat memahami masalah apa yang menjadi hambatan, serta seluk beluk lainnya.
Dengan pola kerja yang demikian, maka seseorang karyawan akan menjadi sering berganti tugas, sehingga ia sering menghadapi tugas baru. Padahal menurut penelitian dari MIT Culumbia University, bahwa pekerja pada tingkat manapun yang secara terus menerus menghadapi tugas baru akan merasa tugas itu lebih penting dan dikerjakan secara hati-hati, lebih produktif dan lebih merasa puas terhadap pekerjaannya dibandingkan dengna mereka yang hanya mengerjakan satu tugas saja, walaupun perpindahan itu tidak disertai kenaikan jabatan.

5. Sistem Pengawasan
System pengawsan dalam manajemen jepang memiliki corak yang menarik. Kalu kita mempunyai istilah waskat untuk pengawasan melekat, maka di Jepang ada pengawasan kelompok. Di Jepan, setiap peserta organisasi/ perusahaan kecil akan tergabung dalam kelompok-kelompok kecil. Setiap orang dalam organisasi akan tergabung dalam kelompok-kelompok. Tiap kelompok biasanya terdiri atas 8-12 orang yang masing-masing mempunyai tugas yang berbeda-beda. Dalam kelompok setiap orang musti menjaga tindakannya dan memperkirakan bagaimana pandangan rekan-rekan terhadap dirinya. Sebab ketidaksetiaan mengurangi dukungan kelompok terhadap dirinya, yang pada akhirnya dia dapat dikeluarkan dari kelompok tersebut.
Dengan demikian, pengawasan dalam organisasi bukanlah bersifat eksternal baik dengan menggunakan model ancaman atau imbalan, melainkan lebih bersifat internal, yaitu melalui keintiman kelompok sendiri yang tidak kentara dan halus. Cara ini membuat masing-masing orang akan berusaha mengendalikan sikap dan tindakannya sedemikian rupa agar sesuai dengan norma-norma kelompok. Dan pada akhirnya setiap orang dalam kelompok itu akan berusaha sungguh-sungguh untuk meningkatkan produktivitas karena semua pihak merasa memiliki atau berkepentingan dengna perusahaan.

6. Proses Pengambilan Keputusan
Proses pengambilan keputusan pada organisasi di Jepang, baik Negara maupun niaga, dewasa ini banyak diteliti orang secara mendalam. Mereka tertarik antara lain karena keunikan proses yang musti di lalui dalam pengambilan sebuah keputusan karena adanya pengaruh tradisi yang masih mengakar.
Dalam masyarakat kita, untuk mengambil suatu keputusan dikenal istilh musyawarah untuk mufakat. Cara ini mendasarkan keputusan pada permufakatan pihak-pihak yang terlibat. Sedangkan dalam masyarakat jepang mempunyai corak yang lain lagi. Dalam pengambilan keputusan, semua pejabat (orang-orang yang telibat) harus mengikuti prosedur-prosedur tertentu. Biasanya konsep datang dari pejabat rendah. Pucuk pimpinan boleh mengemukakan idenya tetapi harus menyuruh bawahannya untuk mengajukan k onsep. Konsep ini disebut ringinsho. Ringinsho formal yang telah di konsep diedarkan diantara berbagai kepala seksi dan bagian yang akan terlibah didalam pelaksanaan keputusan nantinya. Setiap pejabat yang mengevaluasi dokumen tersebut diharuskan membubuhkan tanda persetujuan atau penolakanya dengan mengemukakan pendapat-pendapatnya.
Dalam perkembangan berikutnya, prosedur ringi kemudian diperbarui, diubah, dan disederhanakan, sehingga dapat menghemat waktu dan lebih efisien. Perombakan itu antara lain dengna menyederhanakan format dokumen, memperjelas saluran yang akan dilalui ringi, mengurangi individu yang akan ringi, atau membiarkan usulan ringi diserahkan langsung kepada pucuk pimpinan terutama untuk kasus-kasus yang s angat penting. Perubahan lainnya ialah membahas usulan ringi dalam rapat pejabat secara keseluruhan. Jadi, bukan hanya membuhkan tanda persetujuan secara perorangan, tetapi didiskusikan secara bersama-sama.
Dengan mengakomodasi pendapat, aspirasi, ataupun saran banyak orang, menjadikan model pengambilan keputusan ala Jepang itu menghasilkan keputusan yang kuat landasannya, serta tahan lama.

7. Tanggung Jawab yang Menyebar.
Dengan pola pengambilan keputusan seperti di atas, maka permintaan tanggung jawab menjadi hal yang unik di Jepang. Pucuk pimpinan perusahaan tidak akan berpikir bahwa tanggung jawab hanya pada pundaknya, karena ia merasa bahwa tindakan yang di ambil itu atas usulan bawahan. Sebaliknya bawahan juga tidak b isa dituntut secara perorangan untuk bertanggung jawab karena ia hanya salah satu dari banyak orang yang memberikan persetujuannya. Jadi, tanggung jawab organisasi tidak terletak pada pundak satu orang saja, melainkan menyebar pada semua orang yang ada dalam organisasi tersebut.
Cara tanggung jawab seperti itu kiranya belum dapat diterima oleh manajemen barat. Namun, keuntungannya cukup besar, misalnya kalu ada salah seorang anggota kelompok yang tidak masuk kerja karena sakit, maka teman-temannya mengerjakan tugasnya. Dengan demikian, tidak ada pekerjaan yang terbengkalai karena tidak haridnya seseorang.

8. Keterlibatan Seluruh Orang
Organisasi Jepang berpandangan bahwa bekerjanya mekanisme organisasi tidak hanya ditunjang oleh factor-faktor dalam organissi saja, tetapi juga ditunjang oleh factor-faktor ayng ada diluar organisasi. Artinya, seluruh orang menunjang organisasi tersebut sehingga dapat berjaya mencapai sasarannya. Factor di luar tersebut ialah factor social yang merasa ada keterlibatan dengna pertumbuhan sesuatu organisasi, seperti consume, pensuplai, dan bahkan orangtua pekerja.
Contoh: berhasilnya seseorang memasuki kerja pada suatu organisasi adalah karena pendidikannya. Berhasilnya dia mempunyai pendidikan adalah berkat orangtua yang menyediakan segala s esuatu yang diperlukannya untuk mencapai suatu tingkat pendidikan dalam lsuatu lembaga tertentu. Oleh sebab itu, dlam penobatan calon karyawan menjadi karyawan suaatu perusahaan atau organisasi, orangtua karyawan diundang dan diberi ucapan terima kasih atas usahanya mendidik anaknya sehingga dapat memsuki perusahaan/ organisasi tersebut. Dengan demikian, terjalinlah hubungan yang erat di antara orang yang terlibah secara keseluruhan dalam menunjang berhasilnya suatu organisasi mencapai tujuannya.
Demikian sekelumit tentang manajemen Jepang yang memukau dunia karena keberhasilan-keberhasilanya. Hal-hal yang baik dapat kita tiru, sementara yang tidak cocok dengan situasi di sini dapat dijadikan pelajaran atau perbandingan. Bagaimanapun pengalaman adalah guru yang terbaik.


Sabtu, 07 Mei 2011

GENDER MENURUT STUDY SOSIOLOGI

Komperensi wanita internasional

1. Komperensi wanita internasional ke II Di Copenhange, pada tahun 1980
2. Komperensi wanita internasional ke III di Nairobi, Kenya tahun 1985
3. Komperensi wanita internasional ke IV di Beijing 1995

Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Convention on the Elimination of Discrimination Against Women/CEDAW) adalah instrumen internasional yang merupakan salah satu Konvensi Hak Asasi Manusia. Melalui perjalanan panjang sejak dicetuskannya Konferensi PBB sedunia tentang Perempuan I di Mexico City, perjuangan kaum perempuan untuk mendapat perlakuan yang sama dengan kaum laki-laki disahkan oleh PBB, pada tahun 1979.
Secara juridis (de jure) hak-hak perempuan di bidang, ekonomi, sosial, budaya, sipil dan politik yang menjadi substansi dari Konvensi CEDAW, telah diakui dunia internasional termasuk Indonesia yang telah meratifikasi Konvensi tsb pada tahun 1984 dan sekaligus berkewajiban untuk melaksanakannya. Setelah disahkannya Konvensi CEDAW, pertemuan kaum perempuan sedunia dilanjutkan dalam Konferensi Perempuan II tahun 1980 di Kopenhagen, III di
Nairobi pada tahun 1985 dan tahun 1995 yang IV di Beijing. Perjuangan kaum perempuan serta aktivis perempuan sedunia terus aktif dalam mengikuti perkembangan dunia dengan mengikuti pertemuan-pertemuan internasional, seperti Konfrensi PBB tentang Lingkungan Hidup di Rio de Janeiro tahun 1992, Hak Asasi Manusia tahun 1993, Kependudukan dan Pembangunan di Kairo tahun 1994 dan pertemuan internasional lainnya.
Setelah Konvensi CEDAW diratifikasi oleh negara-negara peserta, maka
negara yang bersangkutan berkewajiban untuk melaporkan secara periodic pelaksanaan Konvensi CEDAW yang berupa National Report ke Komisi StatusWanita (Comission on the Status of Women/ CSW) ternyata diskriminasi terhadap perempuan didunia masih tetap berlangsung. Hal tersebut dilaporkan dalam Konfrensi Wanita di Beijing tahun 1995. Dalam pertemuan tersebut disepakati untuk mengeluarkan ”Beijing Plattform for Action” (BPFA), yang
mengkritisi 12 area kritis yang dihadapi perempuan sedunia, seperti hak-hak perempuan dibidang pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan terhadap anak- anak perempuan. Setelah Deklarasi Beijing Plattform for Action dan Plan for Action (BPFA- Rencana Aksi) tahun 1995, Komisi Status Perempuan/CSW pada tahun 2000 dalam sesi ke-23 Sidang Umum PBB melaporkan perkembangan negara-negara peserta Konvensi CEDAW. Konvensi CEDAW diratifikasi Indonesia dengan UU No.7 Tahun 1984, hal tersebut mengikat Indonesia untuk melaksanakan perlakuan untuk tidak membeda-bedakan hak-hak perempuan dan laki-laki di segala bidang kehidupan. Hak-hak perempuan yang diakui secara de jure, tidak diperlakukan secara diskriminatif oleh negara, namun secara defakto, perlakuan tersebut masih dengan jelas terjadi. Bidang keluarga (UU No.1 Tahun 1974) misalnya, fungsi kepala keluarga dan ibu rumah tangga dibedakan yang berdampak luas dalam kehidupan, baik di bidang politik, ketenaga kerjaan, kesehatan, budaya dan lain sebagainya. UU No.7 Tahun 1984 yang telah berlaku selama 22 tahun belum dapat berbuat banyak. Kurun waktu 2000-2005 seperti yang dilaporkan
Indonesia pada sessi 23 tsb telah membuat kemajuan yang nyata yang mengarah pada perubahan demokrasi dalam sistem politik, yaitu : amandemen UUD 45 dan UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. UU tersebut merupakan payung hukum bagi semua pembentukan peraturan perundang- undangan yang menjamin perwujudan dan perlindungan hak asasi laki-laki dan perempuan. Dalam melaksanakan penghapusan diskriminasi antara laki-laki dan perempuan.
Secara periodik Kesepakatan - BPFA dilaporkan kemajuannya oleh setiap negara peserta pada Sessi ke-49 Komisi Kedudukan Perempuan/CSW, yang diadakan PBB, New York, 28 Februari-11 Maret 2005. Dalam pertemuan tersebut Indonesia sebagai negara peserta turut serta melaporkan kemajuan tentang pelaksanaan Konvensi CEDAW, terutama penegasan kembali komitmen Pemerintah Indonesia untuk mencapai tujuan dan sasaran Deklarasi Beijing dan Rencana Aksi dan hasil Sesi ke-23 Sidang Umum tahun 2000. Walaupun Konvensi CEDAW tidak langsung dapat diimplementasikan dan tidak diakomodir dalam perangkat peraturan perundang-undangan tersendiri (undang-undang tentang perempuan), namun dalam setiap peraturan perundang-undangan nasional secara umum dapat dilihat doktrin para ahli
hukum ketika membuat undang-undang tersebut dalam suatu Naskah Akademis.
Oleh karenanya hak-hak perempuan yang tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan (Hukum Nasional) dapat digali melalui naskah akademisnya (Academic Draft) sebagai pembentukan hukum yang tumbuh dan berkembang, guna keadilan dan kepastian hukum untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender, sesuai dengan hak asasi manusia tanpa diskriminasi.
Pada tingkat global, upaya untuk meningkatkan kualitas perempuan dicerminkan oleh mukadimah Piagam PBB yang ditandatangani tanggal 26 Juni 1945, antara lain dapat dibaca bahwa bangsa-bangsa yang bersatu dalam PBB bertekad supaya generasi-generasi mendatang terhindar dari bencana peperangan yang telah dua kali mendatangkan penderitaan yang menyedihkan bagi umat manusia. Para pendiri PBB juga kembali memperkuat keyakinan atau kesetiaan mereka terhadap hak-hak asasi manusia, martabat dan nilai luhur dari manusia sebagai pribadi serta terhadap persamaan hak laki-laki dan perempuan dan persamaan hak dari negara besar dan kecil. Piagam PBB inilah dokumen hukum yang pertama-tama secara tegas memuat
persamaan hak dari semua orang dan menyatakan bahwa diskriminasi berdasarkan jenis kelamin adalah bertentangan dengan hukum, Meskipun perlu dicatat bahwa pencantuman larangan diskriminasi berdasarkan jenis kelamin ini baru dimuat berkat desakan dari wakil-wakil 42 lembaga swadaya masyarakat yang memperoleh pengakuan sebagai peserta dalam pertemuan-pertemuan penyusunan Piagam PBB (The United Nations 1995, hlm. 10).
Suatu upaya mendasar yang dilakukan oleh PBB dan oleh aktivis HAM, khususnya
yang berkaitan dengan perlindungan HAM bagi perempuan, yang dirasakan perlu adalah perumusan dari ukuran-ukuran yang secara internasional disepakati sehingga akan terwujud instrumen-intrumen internasional yang diperlukan untuk perwujudan kesetaraan
laki-laki dan perempuan. Di Indonesia sendiri berbagai upaya perwujudan kesetaraan gender (relasi antara laki-laki dan perempuan) juga terus mengalami penguatan. Berbagai upaya tersebut antara lain yang terkait dengan berbagai resolusi internasional yang telah disepakati oleh
pemerintah Indonesia, diantaranya ialah :

1. Declaration of Mexico on The Eguality of Women and Their Contribution to Development and Peace (Mexico, 1975).
2. World Plan of Action for The Implementation of The Objectives of The International
Women 's Year.
3. United Nations Decade for Women (1975-1985) yang bertemakan "Equality, Development and Peace" (Persamaan, Pembangunan dan Perdamaian). United Nations Decade for Women adalah wujud realisasi dari World Plan of Action for The Implementation of The Objectives of The International Women's Year.

4. World Conference of The United Nations Decade for Women di Copenhagen pada tahun 1980. Inti acara dari konferensi ini antara lain ialah me-review hasil pelaksanaan United Nations Decade for Women.
5. World Conference Review and Appraise The Achievement of The United Nations Decade for Women di Nairobi pada Tahun 1985. Hasil dari review ini adalah timbulnya dokumen tentang "Nairobi Forward Looking Strategies for the Advancement of Women".
6. KTT Ibu Negara tentang Pemberdayaan Perempuan Pedesaan, diselenggarakan di Jenewa pada Tahun 1992 dan di Malaysia tahun 2000.
7. Dimuatnya Klausul tentang Peningkatan Peranan Perempuan dalam Proceedings KTT Non Blok di Jakarta pada Tahun 1994.
8. Asean and Pasific Conference (ASPAC) di Jakarta pada Tahun 1994, yang merupakan pra-World Conference Beijing.
9. World Conference IV of The Role of Women di Beijing pada bulan September Tahun 1995. Konferensi dunia ini menghasilkan Beijing Declaration and Platform of Action yang memuat 12 bidang kritis yang menjadi perhatian dunia mengenai hal-hal yang menghambat penyamaan kedudukan, hak dan peranan perempuan sedunia dalam pembangunan keduabelas bidang kritis tersebut antara lain perempuan dan media, perempuan dan kemiskinan, perempuan dan konflik bersenjata, perempuan dan ekonomis, perempuan dan pendidikan dan sebagainya. Selanjutnya setiap pemerintah harus komit untuk melaksanakan landasan bagi aksi kegiatan dengan menjamin bahwa pendekatan gender dicerminkan pada semua kebijaksanaan dan program kerja.
10. KTT tentang Pembangunan Sosial di Copenhagen pada Tahun 1995.
11. Special Session of The United Nations General Assembly di New York tahun 2000 yang bertemakan "Women 2000: Gender Eguality, Development And Peace for The Twenty-First Century".
Gender adalah kajian analisis tentang perempuan dan laki-laki
Dengan melihat realitas kehidupan masyarakat. Gender dapat dilihat sangat berpengaruh terhadap posisi perempuan dan laki-laki .Hal ini di buktikan dengan karena pada system peranan dan hubungan social antara perempuan dan laki-laki sudah tidak di permasalahkan .
Selain itu gender menganalisis tentang kesetaraan yang dapat di capaian antara laki-laki dan perempuan . dapat dipandang :
Memilki kedudukan yang sama kemampuan yang sama dan mempunyai hak dan kewajiban yang sama.
Sejarah pembedaan jender antara laki- laki dan perempuan terbentuk melalui
proses yang panjang, melalui proses sosialisasi, diperkuat dan dilembagakan baik secara sosial, kultural, melalui ajaran keagamaan dan bahkan melalui peraturan-peraturan negara. Sehingga sering dianggap bahwa ketentuan jender tersebut merupakan ketentuan yang tidak dapat dirubah karena dianggap sebagai ketentuan yang sudah sewajarnya.
Implikasi Jender Pembedaan secara jender sebenarnya tidak menjadi masalah selama tidak menimbulkan persoalan-persoalan. Namun yang menjadi masalah ternyata pembedaan jender telah melahirkan berbagai ketidakadilan, baik bagi kaum laki- laki dan (terutama) bagi kaum perempuan. Bentuk ketidakadilan dan penindasan tersebut antara lain berupa subordinasi, diskriminasi, marjinalisasi, kekerasan, pelebelan negatif serta beban kerja yang berat sebelah (Faqih, 1996).

DANIEL BELL TOKOH SOSIOLOGI

Untuk orang lain yang bernama Daniel Bell, lihat Daniel Bell (disambiguasi).
Daniel Bell
Lahir 10 Mei 1919 (umur 90)
New York
Fields Sosiologi
Lembaga Harvard University
Dikenal Pasca-industrialisme
Daniel Bell (lahir 10 Mei 1919 di New York City) adalah seorang sosiolog dan profesor emeritus di Universitas Harvard. Dia juga seorang direktur Suntory Yayasan dan sarjana di kediaman American Academy of Arts and Sciences. Ia telah menerima gelar kehormatan dari Harvard, Universitas Chicago, empat belas universitas di Amerika Serikat, dan Universitas Keio, di Jepang. Saat ini ia tinggal di Cambridge, Mass, bersama istrinya Pearl Bell, seorang sarjana sastra kritik. Dia telah menerima "Lifetime Achievement Award" oleh Asosiasi Sosiologi Amerika pada tahun 1992, dan Talcott Parsons Prize untuk Ilmu Sosial oleh American Academy of Arts and Sciences pada tahun 1993. Dia juga diberi Tocqueville Award oleh pemerintah Perancis pada tahun 1995.
Bel lulus dari City College of New York dengan ilmu pengetahuan dan sarjana ilmu sosial. Dia memulai karirnya sebagai jurnalis, menjadi editor majalah Pemimpin Baru (1941-1945), seorang tenaga kerja Fortune editor (1948-1958) dan kemudian co-editor (dengan teman kuliah Irving Kristol) dari The Public Interest majalah (1965-1973). Universitas Columbia pada tahun 1960 diberikan kepadanya Ph.D. derajat. Ia mengajar sosiologi di Columbia pertama (1959-1969) dan kemudian di Harvard hingga pensiun pada tahun 1990. Bell juga adalah Pitt mengunjungi Profesor Sejarah Amerika dan Lembaga di Cambridge University pada tahun 1987. Ia menjabat sebagai anggota Komisi Presiden Technology di 1964-1965 dan sebagai anggota Komisi Presiden Agenda Nasional tahun 1980-an pada tahun 1979.
Daniel Bell pernah menggambarkan dirinya sebagai "sosialis dalam ekonomi, liberal dalam politik, dan budaya yang konservatif."
Ia terkenal karena kontribusinya pada pasca-industrialisme. Buku-buku yang paling berpengaruh adalah The End of Ideology (1960), The Budaya Kontradiksi Kapitalisme (1976) dan The Coming of Post-Industrial Society (1973). Dua dari buku-bukunya, Akhir dari Ideologi dan Kontradiksi Budaya Kapitalisme yang terdaftar oleh Times Literary Supplement sebagai di antara buku yang 100 paling penting di paruh kedua abad kedua puluh. Hanya Isaiah Berlin, Claude Lévi-Strauss, Albert Camus, George Orwell dan Hannah Arendt, telah dua buku begitu terdaftar.
Putra Bell, David A. Bell, adalah seorang dekan dan profesor sejarah Perancis di Johns Hopkins University, dan putrinya, Jordy Bell, adalah seorang administrator dan akademik guru, antara lain, Perempuan AS Marymount sejarah di College, Tarrytown, New York, sebelum pensiun pada tahun 2005.
[sunting] Kedatangan Masyarakat Post-Industri
Dalam The Coming of Post-Industrial Society Bell diuraikan jenis baru masyarakat - pasca-masyarakat industri. Dia berargumen bahwa pasca-industrialisme akan dipimpin dan informasi-service-oriented. Bell juga berpendapat bahwa masyarakat pasca industri akan menggantikan masyarakat industri sebagai sistem dominan. Ada tiga komponen untuk pasca-masyarakat industri, menurut Bell:
• pergeseran dari manufaktur ke layanan
• sentralitas dari ilmu baru industri berbasis
• munculnya elite teknis baru dan munculnya prinsip baru stratifikasi.
Bell juga konseptual yang membedakan antara tiga aspek dari masyarakat pasca-industri: data, atau informasi yang menggambarkan dunia empiris, informasi, atau organisasi yang bermakna data ke sistem dan pola-pola seperti analisis statistik, dan pengetahuan, yang conceptualizes Bell sebagai penggunaan informasi untuk membuat penilaian. Bell membahas naskah Kedatangan Masyarakat Post-Industri dengan Talcott Parsons sebelum diterbitkan.

Jumat, 08 April 2011

Prahara gudang berlian

Jatuh… oh terjatuh , kilahnya berucap
Harta semata wayangnya tergadaikan kesingasana
Namun ia mensilat lidahnya ke barisan depan
Mengundang tarian jenaka kepada rakyat miskin
Ingatlah tuan.. mereka seekor burung rajawali , sekelompok semut yang berbaris ,
bukan boneka badut yang merias merah hidung nya
jangan… kau bertanduk ., sebab di kau bukanlah banteng bermoncom merah..
naluri mereka hanya berseru …
biarkan kami hidup .. tapi tidak berkalang hina …
wahai Tuhan berdasi … masih kah kau ingat pekara gudang berliang
di tanah pertiwi ? yang telah kau ombak – ambik , hanya karna satu nama
bodohnya , Tuanku … mengigit kulit sendiri hanya untuk sebuah enda …
apakah ada sadar Tuanku bumi ini bukan milikmu lagi…tapi jangan mengaduh .. sebab itulah bukti perbuatan semua

Selasa, 29 Maret 2011

wasiat tanpa pesan

Wasiat Tanpa Pesan
Waktu berbunyi berirama, mengiringku dalam lamunan senja, memutar masa lalu. Mengulang memorial sebaris prosa yang tertulis di balik layar telepon gengamku . kalimat-kalimat yang tertulis di dalamnya bagai cambukan yang menderu-deru dalam tanganku. Betapa tidak. Mengagung-agungkan sesuatu yang nihil, panggilan untuk menjadi relawan di tanah perjanjian. Palestina.
Awalnya, aku hanya akan menerima permintaan menjadi relawan diAceh, membantu korban bencana tzunami ku rasa memang sudah menjadi tanggung jawabku. Menjadi seorang perawat rumah sakit hanya membuat batinku sakit. Berbagai kasus yang ku hadapi. Mereka yang berobat memakai kartu jaminan dari pemerintah, hanya mendapatkan bantuan setengah-tengah. Meski mereka harus membayar melebihi biaya administrasi Rumah Sakit. Aku terlalu kejam melihat hal itu terjadi. Tapi, apa dayaku. Aku tidak punya hak atas semuanya.
Pernah ku berpikir untuk mengundurkan diri, tapi orangtua tak mengizinkan. Hingga aku mendengar berita bencana di Aceh. Tanpa berpikir panjang aku mengajukan diri menjadi relawan. Bagiku sangat sulit di percaya. Untuk melepaskan diri dari orang tua, aku membawa nama Idealis, etika kedokteran. Harus menolong. Dimanapun dan kepada siapapun.
Hingga tugasku selesai di Aceh... tugas berikut yang ku embang adalah menjadi relawan ke Palestina. Untuk pertama kalinya, tugas ini merasa berat bagiku....
Ke Palestina ?....Palestina itukan...kota yang.....bagaimana klu aku....
Ikhlaskah aku menerima amanah ini???. Gelisah...tapi ini kewajiban. Berarti aku harus kesana.?...aku...takut...
Bingung...
***
Awal kisahku. Prosa singkat yang pertama membuatku canggung. Akhirnya menguatkan langkahku ke Kota Asing itu, untuk pertama kalinya.Palestina...
Setelah perjalanan yang cukup melelahkan, kami tiba di pengungsian. Membongkar muatan. Jarum infus, jarum suntik, dan sebotol cairan Ringer laktat (RL), telah aku kelolah di tangan dan tubuh pasien di ruang pengungsian itu. Bukan satu dua orang yang harus ku rawat, tapi berpuluh sampai ribuan yang harus di rawat. Perasaan lega, membuatku senang karena bisa membantu mereka semaksimal mungkin. Meski hanya segudang kerisauan masih membayang dalam pikiranku. Aku mencoba menjalani semuanya tanpa kegundahan di hati. Tuhanku hilangkan segala khilafku... bisikku di petang itu.
Ku langkahkan beban-beban pikirku ke seluruh tempat. Derungan, kerusuhan, hiruk pikuk, menguasai tempat di sekitarku. Aku tersentak secara tiba-tiba, mengawasi segala gerak. Semua mencurigakan dalam pandanganku. Mata-mata mereka memandang, mengelilingi seluruh ruang. Mencari sesuatu. aku berlari, menjauhi segala kondisi... setiap kali seseorang membawa senjata. Aku melotot, memperhatikan tingkahnya. Mengarahkan mataku di setiap langkahnya. Aku takut... takut akan kematianku yang datang secara tiba-tiba....aku menghindar. Segalanya ku coba ku hindari...namun aku akan tetap terpaku, selama tugasku di pengungsian itu belum selesai...
Gelap. Hitam, masih kelam. Kiamat itu tiba-tiba akan datang. Namun aku belum juga merasa kuat dan tegar atas situasi ku sekarang. Aku memeriksa, mengobati, merawat seperti biasanya.. tetapi bayangku masih melayang jauh menerawan ke langit. Memikirkan bagaimana lepas dari tempat yang di anggap sangat rawan. Dingin itu menusuk,di bawa ruang mentari. Paradoks antara hati dan tubuhku. Terasa sulit ku seimbangkan.
Lelaki itu tergeletak tak berdaya, seluruh tubuhnya tersobek. Mengeluarkan cairan segar merah membanjiri lantai di samping tangga rumah sakit tempatku. Seseorang berjalan ke arahnya, secepat kilat kerumunan itu di pecahkan kedatangan sekelompok berbaju putih, memapah lelaki yang terbaring itu.
Ku terbawa dalam rombongan dimana lelaki itu akan di bawa. Di sampingnya, ku pandangi wajahnya. Cahaya remang-remang dari ruangan membuat jelas sosoknya yang berlumuran darah...tersentak. batinku berteriak saat wajah itu mengingatkan Rendra sahabatku.
Berjuta pertanyaan menancap dalam pikirku. Menerawang sebab-sebab kedatangannya ke Negara ini. Padahal seluruh dunia pun tahu, terjadi perang di Negara ini. Palestina.
Seluruh badan, dari kepala sampai kaki terlumuri cairan merah itu. Badannya mendingin,tak terasa kan denyut nadinya. Para Dokter sekitarku melakukan pecut jantung. Memandangi tubuh yang tak berdayanya. Aku hanya membantu dokter membalut lukanya, darahnya mulai berhenti mengalir, namun wajahnya masih tampak pucat. Tangannya mulai di pasangkan cairan Ringer laktat, jarum infus mulai di pasangkan di lengannya. Tak tahu apa yang akan terjadi padanya. Dokter hanya bisa memastikan Rendra akan mengalami amesia permanen akibat luka yang bersarang di kepalanya. Dan aku tak akan bisa mendapatkan alasan kenapa ia datang ke tempat ini. Padahal awalnya aku sangat berharap pada Rendra, alasan yang bisa menguatkan langkahku di tempat ini.... karena aku yakin. Pasti ada alasan mulia yang melatarbelakangi ia datang ke sini.
Waktu terus menggelincir tak akan tahu kapan berhentinya. Malam telah berganti namun ia tak juga sadarkan diri. 4 Minggu ia tergeletak tak berdaya di pemukiman kumuh itu. luka di seluruh tubuhnya mengering dengan sendirinya, tanpa peralatan lagi. Seluruh obat dan peralatan medis lainnya telah habis terpakai. Dan lebihnya telah terkubur bersama runtuhan betong- betong di sekitarku.
Tak ada tempat yang menandakan adanya rumah sakit untuk perawatan bagi semua korban perang. Segala tempat sebagian telah rata dengan tanah. Tak kan ada tanda perlindungan. Pasien yang telah ku rawat, sebagian telah pergi meninggalkan kami. Tapi sebagian lainnya berbenah diri membawa alat perang. Kembali ke medan perang. Dan sebagian lainnya mengungsi membawa air mata kesedihan. Sebab tanahnya. Tempat kelahirannya bukan lagi rumah atau tempat berlindung. Akan tetapi tempat yang sesekali dapat merenggut nyawanya dan keluarganya.
Kabut tebal menyelimuti teriknya mentari, derungan mesin dan tembakan silih berganti mewarnai hari-hari mereka. Badan kurusan tak terawat, menenteng berbagai alat berat dan bersembunyi, berpencar ke segala arah. Mencari sasaran musuhnya. Serbuan, pengepungan dan pembantaian menjadi hiasan mata sehari-hari. Memupuk tanah kering tandus beterbangan bersama debu. Mereka masih terus bergegas.
Jejak langkah menghantam tanah perbatasan menyebabkan kami bergeser dan menganti haluan. Para tentara berbaju loreng itu. melirik mengawasi setiap gerakan tubuh yang melintas. Mata-mata mereka jeli, bak mata elang mengawasi tembok pemukiman mangsanya.
Mereka semakin dekat dengan pemukiman, dan melepaskan tembakan ke arah langit...
“dimana para suster dan dokter ?, serahkan mereka ke pada kami !!!” wajah hitam itu menghentam. Mengeluarkan suara menggelegar dari mulutnya.
“kalian akan kami tinggalkan jika menyerahkan dua mahluk itu pada kami, tanpa pembantaian” seorang di antara mereka mulai bersuara lebih keras sambil mengelilingi puing-puing bangunan tempat bernaung para warga. Memeriksa warga dengan mengarahkan ujung senjata pada setiap orang yang berselimut.
“akan kami bantu jika kalian membutuhkan pertolongan. Tanpa pertumpahan darah” Dokter Afid mengeluarkan suara di balik dinding. Ia mencoba mengalihkan perhatian para serdadu itu.
Mereka mulai mengerumuni dokter afid, memeriksa segala benda yang melekat di badanya dan tas obat yang tengah di tentengnya.
“ dia dokter Afid. Kami perlu dua atau tiga perawat untuk membantunya.” Teriak serdadu lainnya.

Suasana menghening. Suara tak lagi di keluarkan. Tak ada suster atau perawat yang mangangkat badannya. Semua saling melirik.mencari sosok sang di harapkan.
“kalian tetap tak akan pergi dari sini. Janji yang kau ucapkan itu hanya racun belaka. Nada yang kau lontarkan itu hanya sebagai nyanyian perih dan sakitnya jiwa kami” suara itu terdengar sayu.mengalung samar –samar ke telinga serdadu itu. dan kami pun mendengarnya pelan.
Segerombolan serdadu itu mengarah ke satu titik munculnya suara sayup itu terdengar. Mengangkat senjata mereka mengatur aba-aba penyergapan. Tembok menghalangi mereka menemukan sasaran. Mengelilingi tempat suara itu. pelan-pelan seradau itu memasang peringatan siaga menyerbu, memasuki serpihan bangunan yang berdiri, dan tiba-tiba dari belakang mereka... Muncul sesosok lelaki dengan balutan perban. Tetesan darah segar telah terlumuri di tangannya. Serdadu yang tengah berhadapan denganya roboh tanpa mengeluarkan suara. pisau lebih dulu menancap di nadi lehernya sebelum menembakkan senjatanya. Ketiga serdadu lainya masih mengelilingi tembok itu,mereka berhenti satu titik dan tiba-tiba tembok di depan mereka rubuh bersama rubuhnya mereka karena tertimpa beton besar itu.
Darah dari tangannya terus mengalir, bercampur darah lima serdadu itu yang telah mati mendahului kata-katanya. Ia sempat memandang wajah-wajah kami yang tengah meringkuk ketakutan. Menghelai kematian dengan ucapan sakral dari mulut mereka. Mereka tak berkutik memandang sosok yang di penuhi perban itu yang tengah melangkah jauh dari pandangan. Ia berjalan lambat dan berakhir dalam dekapan bumi pertiwinya.
Aku berlari ke arahnya, mengejar bayangannya yang hampir sirna. Memalingkan tubuhnya ke cahaya... ia masih lemah,letih, ia telah bermandikan darah, belum sempat berpamitan untuk salam ke damaian .
Ia akan tertidur. Tanpa ada lagi yang kan menganngu. Tidur panjang. Meski aku tak kan mendapatkan seraingkai kata tentang hadirnya di sini. Sahabatku Rendra.